JAKARTA - Pemerintah mengusulkan pengenaan Alternative Minimum Tax (AMT) atau pajak penghasilan (PPh) minimum dengan tarif sebesar 1 persen bagi Wajib Pajak (WP) Badan yang melaporkan rugi melalui Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
“Dari statistik yang kami miliki ada semacam tren bahwa WP yang melaporkan rugi mengalami peningkatan dari waktu ke waktu,” kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo dalam Rapat Panja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Suryo menyatakan hal ini dilakukan mengingat adanya tren jumlah WP Badan yang berturut-turut melaporkan rugi sehingga tidak pernah membayar PPh Badan atau membayar dengan jumlah sangat kecil namun tetap beroperasi bahkan mengembangkan usaha di Indonesia.
Oleh sebab itu, Suryo menuturkan pengenaan AMT atau PPh minimum ini diusulkan untuk mengatur dan menangkal penghindaran-penghindaran pajak dengan sistem seperti demikian dan untuk memberi rasa keadilan kepada WP yang patuh dalam menghitung pajak terutang.
Baca Juga:Â Penghasilan di Atas Rp5 Miliar Kena Pajak 35%, Kemenkeu: Masih Proses
“Ini di antaranya akibat cost yang tinggi karena transfer mispricing. Ini menjadi trigger bagi kami untuk menangkal penghindaran pajak dengan model seperti ini,” ujarnya.
Dalam RUU KUP Pasal 31 F intinya AMT berperan sebagai safeguard dengan mengenakan pajak sebesar 1 persen dari penghasilan bruto terhadap WP Badan yang melaporkan rugi atau yang memiliki PPh badan terutang kurang dari 1 persen dari penghasilannya.
Baca Juga:Â Siap-Siap! Pajak Orang Kaya Berpenghasilan Rp5 Miliar ke Atas Naik Jadi 35%
Penghasilan ini didapat baik dari kegiatan usaha maupun luar kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya terkait dan tidak termasuk penghasilan yang dikenai PPh final dan bukan objek pajak.
Meski demikian, Suryo memastikan tidak semua WP Badan yang melaporkan rugi akan dikenai AMT karena ada beberapa kriteria WP yang dikecualikan dari aturan ini seperti WP Badan yang belum berproduksi secara komersial.