Seperti pertamax yang dijual Rp12.500 sementara harga keekonomiannya sudah mencapai Rp16.000.
"Nah selisih sekitar Rp4.000 tadi itu yang ditanggung pemerintah dalam bentuk kompensasi. Tapi kalau diserahkan kepada Pertamina, maka pemerintah tidak perlu membayar kompensasi," tambahnya.
Kedua, dia menyebut Pertalite itu apabila dinaikkan akan memberikan dampak terhadap inflasi, tetapi penerimaan subsidi terbesar di Pertalite dan Solar.
"Menurut saya ini sesungguhnya bisa dibatasi, diberikan pembatasan -pembatasan agar subsidinya tepat sasaran," lanjutnya.
Pertamina memang berupaya melakukan pembatasan dengan mengembangkan aplikasi MyPertamina tapi dinilai menyulitkan SPBU.
"Kalau menurut saya dibuat sederhana, yang boleh membeli pertalite itu sepeda motor kemudian angkutan orang dan barang yang itu berhak memperoleh subsidi tadi. Nah dengan pembatasan tadi ini subsidinya juga bisa dikurangi," jelasnya.
Kemudian solusi yang terakhir dengan menghapus bahan bakar jenis premium karena jumlahnya masih cukup besar.
"Sampai sekarang kan Pertamina masih mempertahankan ron 88 atau premium, meskipun ini sudah dibatasi di luar Jamali, Jawa, Madura dan Bali, tapi jumlahnya masih cukup besar dan subsidi serta impor kontennya kan cukup besar nah langkah ke tiga menurut saya dihapus saja premium tadi," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)