Di lorong-lorong kios, juga tak nampak lagi porter mondar-mandir memanggul karung besar berisi dagangan grosir.
Mereka lebih sering ngampar di dekat pintu masuk sembari menunggu panggilan dari pemilik toko.
Sedangkan pedagang di lantai atas, hanya bisa duduk sambil memainkan telepon selulernya karena nyaris tak ada orang lewat sebab sebagian besar kios tutup.
Di Blok A, dalam rentang 2019 hingga 2023, jumlah kios yang aktif berkurang 1000 unit dan angka pengunjung turun hampir 5.000 orang.
Sukmamalingga, salah satu pedagang bercerita Tanah Abang mulai sepi sejak tahun 2021 karena waktu itu Pemprov DKI Jakarta memberlakukan pembatasan kegiatan berskala besar (PSBB) dan menutup pasar selama hampir empat bulan.
Saat itu penjualannya anjlok 30%. Pada tahun 2022 saat pemerintah mengakhiri kebijakan PSBB pasar tekstil terbesar se Asia Tenggara ini kembali ramai. Orang-orang yang jenuh lantaran terkurung di dalam rumah membanjiri Pasar Tanah Abang.
Meski dagangannya tak begitu laku keras, tapi setidaknya stabil. Sekarang, kala situasinya benar-benar sudah pulih, ia tak habis pikir penjualannya malah melorot sampai 70%.
"Langganan saya dari daerah enggak ada yang belanja, padahal saya sering kirim foto-foto baju model baru. Bahkan produk saya upgrade, tetap enggak menarik pelanggan," ujar Lingga.
"Kalau dulu sebelum pandemi, saya bikin baju enggak mikir. Mereka berani pesan 100 potong selang beberapa hari sudah pesan lagi. Saya sampai kewalahan," katanya.
Lingga sudah sembilan tahun berdagang di Tanah Abang khusus busana muslim seperti kaftan.