JAKARTA – Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dari kerjasama Just Energy Transition Partnership (JETP) diluncurkan oleh Pemerintah. Dokumen CIPP ini merupakan tindak lanjut kerja sama pendanaan transisi energi yang ditandatangani di sela-sela KTT G20 pada bulan November 2022.
Namun sayangnya, CIPP dinilai belum sepenuhnya mendukung transisi energi yang berkeadilan. Pasalnya, minimnya target pensiun dini PLTU dalam draf rencana ini, berpotensi memperlambat langkah reformasi sistem energi Indonesia menjadi lebih hijau dan ambisius.
Direktur Eksekutif dan Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan, dokumen CIPP JETP masih cukup kontradiktif. Target bauran energi terbarukan dalam CIPP cukup ambisius, yakni mencapai 44% pada 2030. Namun, di sisi lain, hanya dua PLTU yang masuk daftar pensiun dini dalam skema ini, yaitu PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon.
“Sebagian PLTU yang masuk pensiun dini, yakni PLTU Cirebon-1, sebenarnya sudah masuk dalam skema ETM (energy transition mechanism/mekanisme transisi energi. Jadi seolah tidak ada niatan untuk benar-benar melakukan penutupan PLTU batu bara. JETP menjadi tidak jelas, awalnya mau pensiun PLTU batu bara justru tidak dilakukan dengan serius,” tegas dia, Selasa (21/11/2023).
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang diterbitkan pada 2014, Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan 23% pada 2023 dan 31% pada 2050. Namun pada saat yang sama, Indonesia juga memulai Program 35 Gigawatt (GW) yang mayoritas adalah PLTU batu bara. Penambahan PLTU akhirnya justru menggerus ruang pengembangan energi terbarukan, sehingga target bauran energi hijau tidak tercapai.