OJK Tunggu Restrukturisasi AJB Bumiputera

Koran SINDO, Jurnalis
Rabu 14 Desember 2016 10:37 WIB
Ilustrasi : Okezone
Share :

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menunggu skema restrukturisasi AJB Bumiputera 1912 dari pengelola statuter dengan calon investor.

Skema penambahan modal perusahaan asuransi tertua ini dilakukan melalui aksi backdoor listing di bursa saham melalui PT Evergreen Invesco Tbk. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani mengatakan, dalam aksi rights issue tersebut, AJB Bumiputera akan berperan sebagai pembeli siaga (standby buyer ) yang siap membeli saham Evergreen apabila saham emiten tersebut tidak laku di pasar.

“Dengan mekanisme melalui Evergreen, kan ganti proposal baru, AJB akan standby buyer dengan utang yang dikonversi,” ucap Firdaus dalam acara Indonesia Change Management Forum yang diadakan OJK di Jakarta kemarin. Dengan demikian, lanjut dia, secara perlahan aset-aset AJB Bumiputera akan masuk ke Evergreen yang sahamnya telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Proses ini membuat AJB Bumiputera bisa masuk ke lantai bursa tanpa proses penawaran saham perdana (initial public offering /IPO). Menurut Firdaus, hingga saat iniupayapenyelamatanAJB Bumiputera masih dalam pembahasan antara pengelola statuter AJB Bumiputera dan calon investor.

“Masih dalam pembahasan, jadi polanya mana yang akan dipakai, apakah mau sekaligus dilakukan restrukturisasi Bumiputera atau secara bertahap. Itu masih dalam pembahasan,” ungkapnya. Firdaus menjelaskan, pengelola statuter yang ditunjuk oleh OJK tersebut bertugas memastikan bahwa Bumiputera berjalan sebagaimana sediakala.

Hingga saat ini statuter belum menentukan bagaimana penyuntikan modal dilakukan, apakah melalui perusahaan terbuka (Tbk) yang masuk mengakuisisi anak perusahaan atau melalui perusahaan yang tidak tercatat di bursa. Pengelola statuter juga belum menentukan keterlibatan Evergreen dalam proses restrukturisasi.

“Ini kan persetujuan untuk mendapatkan dari pasar modal OJK belum. Sedang dalam proses. Apakah jadi menggunakan Evergreen sehingga pernyataan efektif yang akan dikeluarkan itu dalam proses,” imbuhnya. Namun, apabila memang tetap dengan Evergreen, akan ada penerbitan saham melalui anak perusahaan.

Pihaknya juga membuka strategic partner melalui pasar modal untuk langsung menyuntikkan modal. Kendati begitu, OJK tidak memaksakan suntikan modal harus didapatkan pada akhir tahun ini sebab sejauh ini perusahaan asuransi tersebut masih memiliki likuiditas yang cukup yakni kemampuan untuk membayar kewajiban jatuh tempo.

AJB Bumiputera, kata Firdaus, memiliki likuiditas dua kali dari kewajiban yang diatur pada tahun yang bersangkutan. “Dapat premi setahun Rp5,5 triliun, sebagai perusahaan tua kan yang jatuh tempo sudah banyak. Kita mengeluarkan restrukturisasi karena sebagai perusahaan yang sudah tua biasanya yang jatuh tempo banyak sehingga perlu tambahan modal,” tuturnya.

Mekanisme ini dilakukan karena AJB Bumiputera bukan perseroan terbatas (PT), tetapi sebuah perusahaan berbentuk mutual, di mana pengendalian sahamnya hanya dipegang oleh para pemegang polis. Dengan pola ini, pemegang polis yang berjumlah lebih dari 6 juta berhak mengambil sebuah keputusan sehingga akan sulit untuk mengambil keputusan.

Adapun melalui aksi backdoor listing di bursa saham ini, PT Evergreen Invesco Tbk memutuskan untuk melepas saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue dengan target dana Rp10,32 triliun untuk menyelamatkan AJB Bumiputera.

Dengan kata lain, Evergreen berperan sebagai perusahaan cangkang yang akan menerbitkan saham, sedangkan saham emiten tidur yang dilempar di pasar ini akan diraup oleh anak usaha AJB Bumiputera. Sebelumnya AJB Bumiputera telah mendirikan sebuah induk usaha baru bernama PT Bumiputera Sembilan Belas Dua Belas (B1912).

Di bawah holding perusahaan induk baru ini, dibentuk tiga anak usaha, yakni PT Bumiputera Investama Indonesia (BII), PT Bumiputera Properti Indonesia (BPI), dan PT Bumiputera Life Insurance (BLI). Sementara itu, Anggota DK OJK Nelson Tampubolon mengatakan,

Komite Basel (Basel Committee on Banking Supervision/ BCBS) menetapkan hasil penilaian Program Penilaian Konsistensi Peraturan (RCAP/ Regulatory Consistency Assessment Program) terhadap regulasi sektor perbankan di Indonesia dengan nilai Compliant (C) untuk RCAP LCR (Liquidity Coverage Ratio) dan Largely Compliant (LC) untuk RCAP Capital.

“Penilaian tersebut merupakan tingkat optimal terhadap penilaian konsistensi regulasi di bidang perbankan di Indonesia saat ini. Grading C untuk LCR merupakan grading tertinggi, sementara grading LC untuk Capital merupakan grading tertinggi kedua di bawah grading C,” ungkapnya.

Dengan telah ditetapkan grading RCAP Indonesia, regulasi perbankan Indonesia telah sejajar dengan negara-negara anggota BCBS lainnya, termasuk untuk RCAP Capital yang sama grading-nya dengan Amerika Serikat, bahkan lebih tinggi dari Uni Eropa. Hasil tersebut merupakan hasil optimal yang dapat diraih oleh Indonesia saat ini karena untuk aspek Capital Indonesia memilih untuk mengutamakan kepentingan nasional yang lebih besar,

yaitu dengan mempertahankan (i) pengenaan bobot risiko 0% dengan bobot risiko 50% (sementara sesuai kerangka Basel eksposur tersebut dikenakan bobot risiko 75%) dengan pertimbangan bahwa tagihan tersebut merupakan tagihan yang dijamin sehingga risikonya lebih rendah dibandingkan dengan tagihan lain.

“Hasil tersebut membuktikan bahwa regulasi perbankan Indonesia telah sesuai dengan standar perbankan internasional yang berlaku. Diharapkan dengan hasil tersebut dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap operasional perbankan di Indonesia,” paparnya.

Selain itu, hal ini juga akan memberikan kemudahan bagi perbankan Indonesia dalam mengembangkan aktivitasnya maupun dalam bertransaksi secara lintas batas serta meningkatkan kepercayaan stakeholders.

(Raisa Adila)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya