JAKARTA - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menilai perlu adanya kajian mendalam terkait penerapan O-Bahn sebagai alternatif angkutan umum di kota-kota Indonesia.
“Implementasinya memerlukan kajian mendalam sesuai rencana induk dan karakteristik kota-kota besar di Indonesia,” katanya seperti dikutip Antaranews, di Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Konsep O-Bahn yaitu jalur bus (busway) berpemandu yang merupakan bagian dari sistem transit bus cepat dengan memadukan konsep bus rapid transit (BRT) dan light rail transit (LRT) dalam satu jalur yang sama.
Baca Juga: 38 Terminal Bus Bakal Dimodif bak Bandara
Bus ini memiliki roda pandu yang berada di samping ban depan bus.
Roda pandu ini menyatu dengan batang kemudi roda depan, sehingga ketika bus memasuki jalur O-Bahn, sopir tak perlu lagi mengendalikan arah bus karena roda pandu akan mengarahkan bus sesuai dengan arah rel pandu serta mencegah bus terperosok ke celah yang ada di jalur.
Sistem ini pertama kali diterapkan di Kota Essen, Jerman.
“Dalam pembangunan BRT yang ada di ranah kami Ditjen Hubdat, dari segi pemanfaatan dan keberlanjutannya ada kota-kota yang cukup bagus dan mempunyai komitmen baik anggarannya maupun pemerintah daerahnya,” katanya.
Baca Juga: Integrasi LRT-BRT, Kemenhub Siapkan O-Bahn Jadi Transportasi Baru
Namun, lanjut dia, pemerintah pusat akan mengendalikan saja dan tidak mempermasalahkan jumlah penumpangnya.
“Atau dalam sehari harus mengangkut berapa kali yang terpenting pemerintah menyediakan aksesibilitas dan konektivitas dalam transportasi,” ujarnya.
Kelebihan dari sistem transportasi O-Bahn ini yaitu, pertama bus terpandu tersebut tetap dapat keluar dari jalur khususnya dan beroperasi seperti bus biasa.
“Apabila ia bergerak di jalurnya, maka sifat pengoperasiannya seperti kereta rel, jadi bus terpandu dapat dianggap sebagai kombinasi bus dengan trem,” kata Budi.