JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan batas pencadangan kas perbankan denominasi Rupiah yang harus disetorkan ke BI atau Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps. Kebijakan ini mulai berlaku pada 2 Januari 2020 mendatang.
Dengan demikian bank umum konvensional wajib menempatkan GWM secara tetap (fix) sebesar 5,5% dan bank syariah/unit usaha syariah sebesar 4% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Sedangkan secara rata-rata (averaging) setiap dua minggu sebesar 3%.
Baca juga: Peringati Hari Pahlawan, Bos BI Bicara Sumber Ekonomi Baru
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, kebijakan tersebut ditempuh guna menambah ketersediaan likuiditas perbankan sehingga dapat meningkatkan penyaluran kredit dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, dengan kebijakan pelonggaran GWM maka terjadi penambahan likuditas sebesar Rp26 triliun di perbankan. Angka tersebut terdiri dari peningkatan likuditas di bank umum sebesar Rp24,1 triliun dan bank syariah sebesar Rp1,9 triliun.
Baca juga:Indonesia 'Diguyur' Aliran Modal Asing Rp217 Triliun
"Ini akan menambah likuditas di seluruh bank sehingga memuudahkan mereka menyalurkan kredit," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Perry mengatakan, pada dasarnya likuditas keseluruhan perbankan saat ini cukup, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang besar 19,43% pada September 2019. Di sisi lain, DPK juga tetap menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,47% yoy di akhir September 2019.
Baca juga: Masih Dipercaya Investor, RI Dibanjiri Modal Asing Rp195,5 Triliun
Namun, distribusi likuiditas tersebut tidak menyebar secara merata antara bank BUKU I hingga BUKU IV. Sehingga bank BUKU I, II, dan III mengalami pengetatan likuiditas karena tak bisa bersaing dalam menarik DPK.