JAKARTA - Kalangan pebisnis menilai pembahasan ihwal Rancangan Undangan-Undangan (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) perlu kehati-hatian. Hal itu seiring dengan akan ada potensi terjadinya praktek selundupan minol yang dikhawatirkan tidak membayar pajak kepada negara.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang menyebut, maraknya minol palsu yang tidak sesuai standar pangan serta maraknya minol oplosan akan membahayakan konsumen. Bahkan, dia mengklaim implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan minuman Beralkohol sejauh ini sudah berjalan efektif.
Baca juga: RUU Larangan Minuman Alkohol Dibahas, Saham DLTA dan MLBI Anjlok
Bahkan tahun 2014 lalu, Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor.20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Dari aturan ini, penjualan Minol sudah lebih tertata di tempat-tempat tertentu.
“Dengan demikian urgensi RUU Minol ini tidak mendesak namun semuanya kembali kepada DPR saja, asalkan dengan unsur kehati-hatian," ujar Sarman saat dihubungi, Jakarta, Minggu (15/11/2020).
ÂDalam iklim pertumbuhan ekonomi nasional yang masih terkontraksi negatif, dunia usaha, termasuk industri minuman beralkohol dinilai memerlukan iklim usaha dan investasi yang kondusif termasuk dari sisi kebijakan. Tekanan dan beban yang dihadapi dunia usaha termasuk industri sangat berat sebagai dampak pandemi Covid-19. Di mana, turunnya omzet penjualan, daya beli masyarakat membuat cash flow pengusaha semakin tertekan.
Untuk industri minuman beralkohol, kata Sarman juga sangat terpukul akibat dampak dari pembatasan operasional berbagai hotel, restoran, cafe bahkan di hiburan malam.
"Di Jakarta sudah 8 bulan tutup yang membuat penjualan anjlok sampai 60%, namun sejauh ini industri minol masih mampu bertahan dan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)," katanya.
Follow Berita Okezone di Google News